Jakarta, 6 Agustus 2021 --- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyambut baik permohonan maaf kepada publik yang disampaikan sembilan tersangka pelaku unjuk rasa pada 28 Juni 2021. Sembilan orang yang ditetapkan sebagai tersangka ini, merupakan mahasiswa, pelajar, dan buruh yang melakukan unjuk rasa pasca peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada 3 Mei 2021.
Untuk itu, Kepala Biro Hukum, Kemendikbudristek, Dian Wahyuni berharap Polda Metro Jaya mendahulukan pendekatan kemanfaatan hukum tersangka. “Kami berharap penyidik Polri dapat mempertimbangkan kemanfaatan hukum dalam penanganan perkara ini karena seperti kita ketahui bahwa sebagian tersangka adalah mahasiswa dan pelajar yang merupakan generasi muda Indonesia,” ujar Dian pada saat jumpa pers secara virtual pada Jumat (6/8).
Sementara itu, Direktur Kemahasiswaan Universitas Indonesia, Tito Latif Indra mewakili pihak perguruan tinggi berharap kasus ini bisa segera diselesaikan dengan mempertimbangkan status tersangkanya. Mengingat para tersangka ini merupakan mahasiswa dan pelajar yang merupakan aset bangsa.
“Kami berharap dengan upaya yang sangat intensif dari kampus dan universitas lainnya agar kasus ini bisa diselesaikan mengingat mahasiswa ini masih memiliki impian di masa depan atau di kemudian hari bisa menggantikan kami sebagai pimpinan di masa depan sehingga dapat dipertimbangkan kembali untuk membebaskan para tersangka,” harap Tito.
Salah satu mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka, SY berharap pihak kepolisian segera menerbitkan Surat Perintah Pemberhentian Perkara (SP3) atas kasus tersangka pada unjuk rasa 3 Mei 2021. “Hal ini banyak memiliki dampak bagi kami terutama mahasiswa yang HP nya tidak ada karena disita oleh Polri, di mana kuliah daring ini bergantung pada sosial media sehingga ada yang ketinggalan kuliahnya bahkan ada yang sampai tidak lulus. Mengingat hal ini pentingnya SP3 ini untuk segera diterbitkan,” harapnya.
Sementara itu, mahasiswa lainnya, DN, menuturkan pada awalnya mereka ingin menyampaikan keluh kesah mereka melalui aksi unjuk rasa secara damai dan tetap melakukan protokol kesehatan yang ketat. Namun, karena kondisi lapangan yang sangat dinamis sehingga terjadi miskomunikasi dan mengakibatkan beberapa pelanggaran.
Menurutnya, selama tiga bulan ditetapkan sebagai tersangka, para mahasiswa banyak kehilangan haknya untuk belajar. “Pada masa pandemi ini, kita harus sesuai dengan perkembangan zaman yaitu digitalisasi, namun kami mohon maaf alat komunikasi kami disita sehingga kami tidak bisa belajar dengan optimal bahkan ada teman kami yang betul-betul tidak bisa belajar sama sekali karena semua data ada disitu,” ujarnya.
Seperti diketahui, pada tanggal 3 Mei 2021 beberapa mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Kemendikbudristek pasca peringatan Hari Pendidikan Nasional 2021. Waktu unjuk rasa tersebut dilakukan bertepatan dengan ibadah puasa pada Ramadhan 1442 H.
Selain itu, pada saat yang sama semua negara tengah menghadapi ancaman pandemi Covid-19. Oleh karenanya, pelaksanaan unjuk rasa pada situasi tidak normal tentu sangat beresiko tidak saja bagi keselamatan massa aksi, tetapi juga bagi masyarakat umum yang berada di sekitar lokasi aksi.
Sumber: https://www.kemdikbud.go.id/